KENDARI, – Sengketa tanah Stadion Lakidende yang telah berlangsung lama mencapai babak baru. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) mengambil langkah hukum terakhir dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung RI.
Upaya ini diharapkan mampu mengakhiri perselisihan berkepanjangan antara Pemprov Sultra dan Dachri Pawakkang.
Awal Mula Sengketa
Tanah Stadion Lakidende yang saat ini menjadi kebanggaan masyarakat Sultra, diakui Pemprov Sultra sebagai milik mereka berdasarkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 160 tahun 1989.
Tanah tersebut dibebaskan dari masyarakat oleh Panitia Pembebasan Tanah Pemprov Sultra pada tahun 1976 dengan kompensasi yang layak.
Namun, pada 2014, Dachri Pawakkang mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Kendari, mengklaim bahwa sebagian tanah stadion, seluas 9.093 m², adalah miliknya yang dibeli dari pihak lain. Pada 5 Agustus 2015, Pengadilan Negeri Kendari menolak gugatan Dachri, namun kasus ini tidak berakhir di sana.
Perjalanan Hukum Berliku
Dachri tidak menyerah dan mengajukan banding. Pada 27 Januari 2016, Pengadilan Tinggi Kendari membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan mengabulkan sebagian gugatan Dachri.
Tidak puas dengan putusan tersebut, Pemprov Sultra mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Sayangnya, pada 24 Juni 2019, Mahkamah Agung menolak kasasi tersebut, menguatkan posisi Dachri.
Upaya Terakhir: Peninjauan Kembali
Dalam upaya mempertahankan tanah yang menjadi lokasi Stadion Lakidende, Pemprov Sultra kini menempuh jalur hukum luar biasa dengan mengajukan Peninjauan Kembali pada 11 Juni 2024.
Kepala Biro Hukum Setda Prov. Sultra, Syafril, SH., M.Hum, menyatakan bahwa langkah ini diambil untuk memastikan bahwa aset berharga milik masyarakat Sultra tetap berada di tangan yang benar.
“Stadion Lakidende bukan sekadar tanah, ini adalah simbol kebanggaan dan pusat aktivitas olahraga bagi masyarakat Sultra. Kami akan berjuang sampai akhir untuk memastikan kepemilikan ini sah secara hukum,” tegas Syafril.
Harapan Masyarakat
Langkah hukum ini mendapat dukungan penuh dari masyarakat Sultra yang ingin melihat Stadion Lakidende tetap menjadi milik mereka. Stadion ini telah menjadi pusat berbagai kegiatan olahraga dan hiburan yang menyatukan komunitas lokal.