KENDARI, – Skandal besar kembali mengguncang Sulawesi Tenggara. Nizar Fachry Adam, SE., Sekretaris Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Sultra dan Ketua Bidang Pencegahan dan Monitoring Laskar Anti Korupsi (LAKI) Sultra, melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang melibatkan lima perusahaan nikel besar di wilayah ini. Laporan tersebut telah diserahkan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sultra pada Rabu, 17 Juli 2024.
Dugaan Korupsi Besar-besaran
Menurut Nizar, lima perusahaan yang dilaporkan terlibat dalam skema korupsi adalah:
- PT Omega Resource COR III (Bumi Konawe Abadi/BKA)
- PT Moderan Internasional (Cahaya Modern Makmur Internasional/CMMI)
- PT Ceria Nugraha Indotama (CNI)
- PT Timah Investama Mineral (TINS) beserta entitas anaknya
- PT Ifishdeco (Bintang Smelter Indonesia/BSI)
“Lima perusahaan ini diduga terlibat dalam korupsi melalui skema pembiayaan kredit modal kerja (KMK) dengan melakukan tindakan curang dan mengabaikan rasio kerugian perusahaan oleh pejabat negara yang berada di bawah naungan Kementerian Keuangan (LPEI),” ungkap Nizar dalam releasenya.
Modus Operandi
Nizar menjelaskan bahwa tiga dari perusahaan tersebut tetap diberikan fasilitas pembiayaan meskipun memiliki status risiko pembiayaan yang tinggi dan mengalami kerugian. Lebih mengejutkan lagi, dua perusahaan lainnya diduga menjalankan proyek smelter fiktif melalui mekanisme administrasi ilegal. Mereka melaporkan progres pembangunan yang tidak sesuai dengan kenyataan dalam laporan ESDM, seolah-olah telah mencapai target dalam evaluasi program pembangunan fasilitas pemurnian nikel.
“Tujuan utama mereka adalah untuk membobol kuota ekspor nikel. Ini adalah penipuan besar-besaran yang merugikan negara triliunan rupiah,” tambah Nizar.
Penipuan Jual Beli Tenaga Listrik
Tidak hanya itu, Nizar juga mengungkapkan adanya penandatanganan kontrak jual beli tenaga listrik dengan PLN melalui PTSJL, yang dalam laporan PLN dari tahun 2018 hingga 2022, tidak pernah tercatat dalam catatan kontingensi dan kerja sama. Keputusan Menteri ESDM periode 2015-2024 dan 2017-2027 menyebutkan bahwa proyek MMP dengan kapasitas 120 MW belum terbangun, namun tetap dilaporkan sebagai bagian dari evaluasi pembangunan smelter.
“Manipulasi kontrak ini dilakukan untuk mendorong pembangunan smelter dan diduga untuk membobol RKAB ekspor dalam negeri. Selama periode 2017 hingga 2020, negara mengalami kerugian besar akibat tindakan ini,” tegas Nizar.
Saat awak media mencoba menghubungi kelima perusahaan tersebut untuk konfirmasi via telepon, hingga berita ini ditayangkan, belum ada tanggapan dari pihak-pihak yang bersangkutan. (red)