JAKARTA, — Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) membatalkan sejumlah sertipikat Hak Guna Bangunan (HGB) yang diduga diterbitkan di atas perairan. Keputusan ini diambil setelah ditemukan indikasi maladministrasi dalam proses penerbitannya.
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menegaskan, kementerian akan bertindak tegas terhadap produk pertanahan yang bermasalah.
“Kami memastikan seluruh dokumen pertanahan harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Jika ada cacat hukum atau maladministrasi, tentu harus dibatalkan,” ujar Nusron dalam keterangan pers, Jumat (24/1/2025).
Dugaan Pemalsuan Dokumen
Langkah Kementerian ATR/BPN ini mendapat tanggapan dari mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Susno Duadji. Ia menilai, pembatalan sertipikat bermasalah dapat menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk mengusut dugaan pemalsuan dokumen.
“Jika sertipikat dibatalkan karena cacat hukum, berarti ada kemungkinan dokumen pendukungnya juga bermasalah. Ini bisa menjadi bukti adanya tindak pidana pemalsuan,” kata Susno dalam diskusi di acara Primetime News Metro TV.
Ia juga menambahkan, jika ditemukan adanya unsur suap dalam penerbitan sertipikat, kasus ini dapat berkembang menjadi tindak pidana korupsi.
“Kita harap ada tindak lanjut dari aparat penegak hukum agar ada efek jera bagi oknum yang terlibat,” tegasnya.
Pengawasan dan Transparansi
Kepala Biro Humas Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, menyatakan bahwa kementerian akan terus mengawal penyelesaian kasus ini dan memastikan setiap dokumen tanah sesuai aturan.
“Kami berkonsentrasi pada tugas yang diberikan presiden, termasuk meninjau ulang dokumen yang bermasalah serta mengambil langkah hukum yang diperlukan,” ujarnya.
Harison juga mengajak masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengawasan pertanahan melalui platform geoportal resmi Kementerian ATR/BPN, bhumi.atrbpn.go.id.
“Kami mengapresiasi peran masyarakat dalam mengawal transparansi dan akurasi pendaftaran tanah,” kata Harison.
Pembatalan sertipikat ini menjadi langkah awal dalam menertibkan administrasi pertanahan di Indonesia. Namun, tindak lanjut dari aparat penegak hukum masih diperlukan untuk memastikan penyelesaian sengketa tanah berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. (red)