Janji Tak Terealisasi, Pak Luis Cabut Hibah Tanah di Konawe Selatan

78

KONAWE SELATAN – Konflik hibah tanah di Desa Mata Wawatu dan Desa Wawatu, Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, tengah menjadi sorotan publik. Kasus ini melibatkan Pak Luis, pemilik tanah seluas 6 meter x 650 meter yang dibelinya dari 6 orang pada tahun 2012, salah satunya tanah yang berbatasan dengan jalan raya dibeli dari Bernard dan tanah tersebut telah bersertipikat atas nama Bernard. Tanah ini dirintis untuk dijadikan jalan, namun kini tersandung masalah hukum yang serius.

Iwan SH, MH, kuasa hukum Pak Luis, menjelaskan bahwa tanah tersebut awalnya dihibahkan kepada pemerintah setempat untuk dijadikan jalan. “Pak Camat menawarkan Pak Luis untuk menghibahkan tanah itu agar dana PNPM bisa digunakan. Kalau dana PNPM ini tidak digunakan, maka harus dikembalikan kepada negara,” ujar Iwan.

Dengan polosnya, Pak Luis menyetujui tawaran tersebut dan dibuatlah surat keterangan hibah di bawah tangan dengan kesepakatan bahwa Pak Luis akan mendapatkan imbalan Rp 10 ribu per rotasi kendaraan perusahaan yang melintasi jalan tersebut.

Namun, janji imbalan itu tak pernah terealisasi. Merasa dirugikan, pada tahun 2024, Pak Luis memutuskan untuk mengambil alih kembali jalan tersebut. “Pak Luis menunjukkan surat keterangan hibah tersebut kepada kami, dan ternyata surat keterangan itu tidak berkekuatan hukum tetap dan hanya kesepakatan di bawah tangan,” jelas Iwan.

Menurut aturan, hibah harus melalui akta notaris dan tanah harus dibalik nama berdasarkan hibah tersebut. Kesepakatan hibah sebelumnya tidak sesuai dengan aturan tersebut, sehingga Pak Luis menutup jalan tersebut dan memproses pencabutan hibah.

“Saya menyurat ke kecamatan, lurah, dengan tembusan ke pengadilan, kejaksaan, dan polsek untuk mencabut hibah itu,” kata Iwan. Setelah surat dikirim, jalan kembali dibuka dan digunakan oleh perusahaan tambang batu serta masyarakat setempat.

Namun, pada 14 Juli 2024, seorang oknum berinisial M yang menutup jalan itu dengan menumpahkan material batu dan tanah. Berdasarkan kejadian ini, Bernard, sebagai pemilik sertifikat tanah tersebut, melapor ke Polda Sultra pada 15 Juli 2024.

“Saya ingin mengklarifikasi terkait penyampaian pak desa di sejumlah media, bahwa seolah-olah yang menutup jalan tersebut adalah Pak Luis. Padahal kenyataannya bukan Pak Luis tapi oknum bernama M tersebut,” tegas Iwan. “Pak Luis sudah membuka jalan, yang menutup jalan ini adalah Merdi. Kami menganggap bahwa penutupan jalan ini adalah perbuatan pidana, karena bukan hak dan tanahnya.”

Iwan juga menyoroti pernyataan Desa Mata Wawatu yang menyatakan bahwa pemilik lahan telah menerima ganti rugi atas tanaman yang dijadikan lokasi jalan tersebut. “Pernyataan tersebut tidak benar. Jalan sepanjang 6 x 650 meter itu sebelumnya sudah dirintis oleh Pak Luis,” tambah Iwan.

Iwan menambahkan, “Kami ingin masyarakat dan pemerintah setempat tahu bahwa hibah yang selama ini dipersoalkan itu sudah dicabut oleh kami secara sepihak, karena hibah tersebut hanya di bawah tangan dan tidak berkekuatan hukum.”

Konflik ini menunjukkan pentingnya prosedur yang benar dalam proses hibah tanah untuk menghindari masalah hukum di kemudian hari. Pak Luis kini berharap masalah ini bisa segera diselesaikan dengan adil.

Sebagai informasi tambahan, menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), hibah atas benda tidak bergerak menjadi batal jika tidak dilakukan dengan akta notaris (Pasal 1682). (red)

Komentar Pembaca