JALUR INFO, – Saat ini, pertanyaan yang mencekam dan mendalam telah memenuhi benak para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang tergantung pada binaan PT Vale Indonesia Tbk (INCO), sebuah perusahaan tambang terkemuka.
Diskusi ini telah menciptakan ketegangan yang tak terelakkan di antara mereka. Program pembinaan UMKM melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR) PT Vale Indonesia Tbk (INCO) seharusnya menjadi ladang emas bagi para UMKM yang berada di sekitar wilayah tambang PT Vale.
Mereka seharusnya merasa beruntung karena mereka dianggap sebagai binaan dalam program CSR PT Vale. Namun, saat ini, realitasnya jauh dari harapan.
Ketika program ini pertama kali diluncurkan, para UMKM merasakan manfaatnya. Mereka melihat peningkatan omset dan bahkan memiliki harapan dengan adanya Galeri Kareso, yang merupakan pusat oleh-oleh produk UMKM binaan PT Vale. Namun, kini nasib mereka berubah drastis.
Produk-produk yang seharusnya telah dijual dan dihargai belum dibayar sepenuhnya, dan ini telah menyebabkan produksi mereka terhenti. Padahal, produk-produk ini sudah dimasukkan ke dalam goody bag kegiatan-kegiatan PT Vale.
Kondisi semakin buruk ketika para UMKM mencoba mencari tahu nasib produk mereka. Mereka hanya mendapatkan jawaban yang mengecewakan dari pengelola Galeri Kareso, yaitu Bumdesma Anatoa.
Pihak PT Vale belum membayar invoice produk mereka, dan ini membuat para UMKM merasa putus asa.
Bahkan, Ketua Bumdesma yang mereka sapa dengan sebutan “Culu” dengan tegas mengatakan bahwa jika mereka tidak kuat secara finansial, mereka seharusnya tidak memasukkan produk mereka karena pembayaran tidak akan jelas.
Ini jauh dari konsep pemberdayaan yang seharusnya dilakukan dalam program CSR.
Selain itu, para UMKM yang menjadi binaan PT Vale merasa seperti mereka hanya dieksploitasi untuk kepentingan pencitraan PT Vale.
Mereka menerima penghargaan dan tamu-tamu diundang ke galeri produk mereka sebagai oleh-oleh, tetapi para UMKM menderita karena produk mereka belum dibayar hingga puluhan juta rupiah. Pertanyaan pun muncul: apakah ini merupakan bentuk kesombongan PT Vale terhadap masyarakat terdampak?
Para pelaku UMKM telah mengalami masalah ini dalam waktu yang lama, dan mereka telah mencoba berkomunikasi dengan PT Vale dan Imaji, tetapi solusi belum kunjung datang.
Sebuah harapan yang tak kunjung terpenuhi. Bahkan, teman-teman mereka yang lain juga mengalami nasib yang sama.
Solusi yang diharapkan adalah adanya pertemuan bersama antara PT Vale, Imaji, Bumdesma, dan pelaku UMKM. Meskipun mereka telah mencoba berkali-kali untuk berkomunikasi dengan PT Vale, belum ada solusi yang ditemukan hingga saat ini.
Keluhan mereka kepada Galeri Kareso hanya mendapatkan balasan yang mengecewakan, yaitu jika mereka tidak sanggup, maka mereka tidak seharusnya memasukkan produk mereka ke dalam galeri.
Padahal, dana yang tertahan tersebut bisa digunakan untuk perluasan pasar dan pengembangan usaha mereka. Semua ini menciptakan ketidakpastian dan ketidakadilan bagi para UMKM yang seharusnya mendapat manfaat dari program CSR PT Vale.
Hal itu dibenarkan oleh Rustinah, kepada awak media ini, Jumat 15 September 2023, pemilik produk Kripik Umi itu mengatakan, “Ini sebenarnya yang tidak tegas dari galeri atau memang lelet dan jadi masalah yang mana harus tegas dan jelas galeri kalo ada kerja sama dengan kontrak tor tanggal pembayaran godibek setiap tanggal berapa dan lamanya diambil.
Harus tegas dan jelas karena galeri di modali sama UKM laku baru di bayar mereka tidak permodal tinggal kepercayaan mengolah,” katanya.
Terpisah, Ibu Marica, salah satu pemilik pelaku UMKM, menceritakan bahwa terkait masalah itu memang di bulan enam ada salah satu UMKM menceritakan nota galeri yang belum cair yang nilainya sekitar Rp 5 jutaan.
Salah satu eksekutif PT Vale atas nama Bagas mengaku akan berkomunikasi dengan pihak galeri terkait penundaan pembayaran produk milik UMKM itu.
“Di bulan tujuh, saya masukkan lagi produk dengan nilai sekitar Rp 3 jutaan, harga produk saya punya produk, dan produk itu dibayar dengan senilai Rp 1 jutaan sehingga lebih banyak yang tidak terbayarkan, masih tertinggal Rp 2 juta,” ungkapnya.
Setelah itu, dirinya pun bertemu dengan UMKM Bilqis di galeri sewaktu saya mengantar produk itu. “Dia pun bertanya ke saya apakah masih ada harga produk yang belum dibayarkan galeri? Karena soalnya UMKM Bilqis sudah 5 bulan belum terbayarkan,” ucapnya.
Masalah ini semakin meruncing dan semakin mempengaruhi keberlanjutan usaha UMKM di sekitar wilayah PT Vale. Kehadiran PT Vale sebagai perusahaan besar seharusnya memberikan manfaat riil bagi masyarakat terdampak, terutama UMKM yang diharapkan menjadi tulang punggung ekonomi lokal.
Sementara itu Head of Communications Vale Indonesia, Bayu Aji, yang di konfirmasi lewat WhatsApp belum memberikan komentar, hingga berita ini diterbitkan upaya konfirmasi media ini kepada pihak PT VALE belum juga ada jawaban. (red)