Kisah Umar bin Abdul Aziz, Khalifah yang Sangat Sederhana dan Selalu Memenuhi Kebutuhan Umat
INILAH kisah Umar bin Abdul Aziz seorang khalifah yang memiliki sifat zuhud dan sangat alim. Sangat penting dijadikan contoh kaum Muslimin ketika menjadi pemimpin agar tidak salah dalam bertindak serta bisa menjadi panutan bagi umat.
Dikutip dari laman Almanhaj, ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz lahir pada tahun 63H. Nama lengkap beliau adalah ‘Umar bin ‘Abdil ‘Aziz bin Marwan bin al Hakam. Ibunya bernama Ummu ‘Ashim, Laila bintu ‘Ashim bin ‘Umar bin al Khaththab.
Pada masa remaja, ayah beliau mengirim ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz ke Madinah untuk memperdalam ilmu agama. Kepergian ke Madinah bukan keinginan ayahnya, tetapi merupakan keinginannya sendiri untuk dapat mereguk ilmu para ulama di sana dan mempertajam kemampuan sastranya.
Tidak berapa lama setelah ayahnya meninggal, ‘Abdul Malik bin Marwan mengajaknya pulang dan menikahkannya dengan putrinya yang bernama Fathimah.
Ketika Al Walid bin Abdul Malik memegang puncak kekuasaan khilafah, ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dipercaya memegang pemerintahan Kota Madinah, Makkah, dan Thaif selama rentang 7 tahun antara 86–93H.
Tercatat ada beberapa ulama besar menjadi teman diskusi. Di antaranya: ‘Urwah, ‘Ubaidillah bin ‘Abdillah bin ‘Utbah, Abu Bakr bin ‘Abdir-Rahman bin al Harits bin Hisyam, Sulaiman bin Yasar, Kharijah bin Zaid bin Tsabit, Salim bin ‘Abdillah dan ‘Abdullah bin ‘Amir bin Rabi’aht.
Usai memegang pemerintahan di kota-kota tersebut, ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz kembali ke Syam, sampai akhirnya terpilih sebagai khalifah pada 10 Safar Tahun 99H.
Dijelaskan juga seusai wafatnya Khalifah Mua’wiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu anhu pada tahun 60 Hijriah, kezhaliman merajalela di mana-mana. Hubungan antara kalangan para ulama dengan para penguasa terjadi kesenjangan.
Kondisi makin buruk ketika sebagian orang zhalim mengemban kekuasaan, seperti misalnya Al Hajjaj yang juga dibantu para pengikutnya. Mereka menghimpun harta dan menggunakannya tanpa aturan, dan juga memakainya untuk kepentingan yang tidak halal.
Misalnya, seorang penyair saja yang datang menyanjung Khalifah atau menyanjung Gubernur, pasti ia akan menangguk hadiah yang sangat besar.
Begitu mengemban tongkat pemerintahan pusat, Khalifah Umar bin Abdul Aziz segera membuat beberapa ketetapan dan kebijakan yang disemangati nilai-nilai keislaman dan keadilan. Tujuannya menyelamatkan umat dari “bencana” semena-mena yang selama ini seolah menjadi kebiasaan.
Berkat kebijakan tersebut, kemudian sebagian ulama memandang Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz sebagai mujadid pertama, yaitu dengan merujuk hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ اللَّهَ يَبْعَثُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهَا دِينَهَا
“Sesungguhnya Allah membangkitkan bagi umat ini orang yang memperbarui agamanya pada setiap awal seratus tahun.” (HR Abu Dawud, Al Hakim. Lihat Ash-Shahihah (2/150 nomor 599))
Sebagai khalifah, beliau dikenal telah mencanangkan beberapa kebijakan. Melalui langkah-langkah perbaikan tersebut, maka kemakmuran dan stabilitas nasional dapat diwujudkan dalam waktu singkat dengan izin Allah Subhanahu wa ta’ala.
Langkah-langkah yang telah beliau tempuh adalah sebagai berikut:
1. Mengoreksi orientasi dan jalan hidupnya
Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mulai mengubah kebiasaan hidupnya, sampai orang-orang yang mengenalnya tidak menyetujui perubahan tersebut. Usai kembali dari kubur Sulaiman bin ‘Abdil Malik, beliau disediakan berbagai macam tunggangan, kuda dan keledai. Lantas beliau bertanya, “Apa ini?”
Mereka menjawab, “Ini fasilitas bagi Khalifah.”
Beliau pun mengomentari pemberian ini, “Aku tidak membutuhkannya. Jauhkan ini semua dariku. Tolong bawa kemari keledai milikku.”
Kemudian beliau memerintahkan agar fasilitas-fasilitas tersebut dijual dan hasil penjualannya disimpan di Baitul Mal. Beliau pun berkata, “Keledaiku yang berwarna kelabu saja ini sudah cukup.” (Siyar A’lamin-Nubala (5/125))
Sebelum menjadi Khalifah, penghasilan beliau sebelum memegang kekuasaan penuh 40 ribu dinar. Setelah berada di tampuk kekuasaan, beliau hanya menginginkan 400 dinar setiap tahunnya.
Tanah dan kekayaan yang beliau miliki ditinggalkan. Bahkan, cincin yang ada di tangannya pun diserahkan ke Baitul Mal, seraya berkata, “Ini termasuk pemberian Al Walid bin ‘Abdil Malik yang tidak dibenarkan.” (Siyar A’lamin-Nubala (5/125))
2. Memperbaiki keluarganya sendiri
Setelah mengevaluasi keberadaan dirinya sendiri, beliau melangkah menuju istrinya, Fathimah binti ‘Abdil Malik. Istrinya pun ditanya tentang permata yang dimiliki, “Dari mana mendapatkannya?”
Istrinya menjawab, “Amirul Mukminin telah memberiku.”
Beliau pun menukas, “Kembalikanlah ke Baitul Mal, atau izinkan aku menceraikan dirimu. Aku tidak ingin berkumpul denganmu, sementara barang itu masih ada di dalam rumah.”
Istrinya pun ternyata merespons positif dan dia menjawab, “Aku lebih memilihmu daripada memiliki barang semacam itu berlipat-ganda,” maka ia segera meletakkannya di Baitul Mal.
3. Memperbaiki keluarga besar Dinasti ‘Umayah
Tahapan berikutnya, Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berupaya memperbaiki kondisi internal Bani Umayah. Kekayaan yang dikumpulkan dari berbuat zhalim, beliau kembalinya kepada pemiliknya, atau kepada Baitul Mal bila tidak diketemukan pemiliknya.
Beliau juga mengambil alih seluruh harta yang telah diambil Bani Marwan tanpa cara yang benar dan dimasukkan ke perbendaharaan Baitul Mal.
4. Mengeluarkan surat edaran untuk para gubernur agar taat kepada Allah Ta’ala
Kebijakan beliau lainnya yaitu menulis surat edaran untuk seluruh gubernur yang berada di bawah kepemimpinannya agar taat kepada Allah Subhanahu wa ta’ala dan melarang perbuatan maksiat, menetapkan sanksi dan hadiah bagi yang berhak.
Beliau juga mengingatkan kepada mereka dengan sejarah para khalifah terdahulu. Ada yang sukses, dan ada pula pemimpin yang merugi.
Aspek keadilan pun beliau tekankan kepada para gubernur agar menuntaskan tindakan kesewenang-wenangan yang pernah terjadi, dan membela yang tertindas.
Sebagian gubernur yang tidak cakap, diberhentikan, kemudian digantikan dengan yang lebih baik. Beliau juga pernah menyidang sebagian gubernur untuk mempertanggungjawabkan kecurangan mereka, seperti larangan menerima hadiah maupun suap.
Terdapat kebijakan strategis yang pengaruhnya –dengan taufik dari Allah– sehingga 4.000 jiwa penduduk Khurasan masuk Islam lantaran kebijakan ini, yaitu pembatalan pengambilan jizyah dari orang-orang Yahudi maupun Nashara yang telah masuk Islam.
5. Menanamkan rasa takut kepada Allah Ta’ala
Termasuk langkah tepat yang beliau tempuh, yaitu menanamkan rasa takut kepada Allah Subhanahu wa ta’ala pada hati pejabat negara dan rakyat secara keseluruhan. Beliau pernah menangis dalam berkhotbah pada Sholat Jumat karena takut kepada Allah Ta’ala. Orang-orang pun ikut menangis, sehingga masjid bergemuruh oleh suara tangisan.
6. Menanamkan rasa cinta kepada Alquran dan As-Sunnah
Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz menggiatkan dalam mencerdaskan rakyat dan menanamkan para hati mereka cinta terhadap Alquran dan As-Sunnah. Beliau mengutus dai-dai ke perdesaan untuk mengajarkan kepada rakyat masalah agama.
7. Berdakwah kepada non-Muslim
Usaha yang dilakukan untuk memperbaiki kondisi Bani Umayah tidak berhenti pada titik ini. Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz juga memiliki perhatian yang bersar kepada non-muslim. Beliau mengutus dai-dai untuk menyampaikan risalah Islam kepada mereka. Sejumlah dai dikirim ke wilayah Afrika. Hasilnya, banyak dari kalangan suku Barbar yang kemudian masuk Islam.
Demikian tujuh kebijakan Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz dalam menjalankan pemerintahannya. Begitu banyak perbaikan yang telah beliau realisasikan dalam masa pemerintahan yang tidak lama tersebut, yakni sekira 2 tahun 5 bulan.
Ketika menanggung hari-hari berat dalam menjalankan tanggung jawab sebagai khalifah, beliau meninggal dunia pada tanggal 25 Rajab Tahun 101H. Beliau wafat karena diracun oleh budaknya. Semoga Allah Subhanahu wa ta’ala membalas beliau dengan balasan baik yang sebesar-besarnya.
Wallahu a’lam bisshawab.
(han)
Sumber : Okezone.com