Tuntaskan Proyek Smelter HPAL Pomalaa, Vale Indonesia Gandeng Perusahaan Cina
KENDARIEKSPRES.COM – PT Vale Indonesia Tbk (INCO) bekerja sama dengan perusahaan asal Cina dalam membangun proyek fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter Nikel yang berada di wilayah Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Perusahaan asal Cina itu diketahui bernama Zhejiang Huayou Cobalt Company Limited (Huayou).
Vale Indonesia mengumumkan kemitraan baru dengan Huayou setelah sebelumnya pihak Sumitomo Metal Mining Co. Ltd. (SMM) memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan proyek High Pressure Acid Leaching (HPAL) tersebut. Sebagai informasi, pengumuman keluarnya Sumitomo Metal Mining dilakukan pada tanggal 25 April yang lalu.
Dalam kemitraan yang baru ini, adalah Huayou yang akan menjadi pemimpin proyek, dan bukan berada di tangan Vale Indonesia. Hal ini sudah sesuai dengan perjanjian yang dilakukan Vale Indonesia dengan Huayou, di mana salah satu dari perjanjian pokok itu menegaskan bahwa Huayou akan membangun dan mengerjakan proyek HPAL. Sementara itu Vale Indonesia memiliki hak untuk melakukan akuisisi sampai dengan 30% atas saham proyek tersebut.
Vale Indonesia pun menjelaskan mengapa pihaknya menjadi pemegang saham minoritas di proyek HPAL Pomalaa itu. Melalui Direkturnya, Bernardus Irmanto, keputusan diambil karena pihak Huayou menjadi pihak yang membawa teknologi serta pihak yang membangun konstruksinya.
“Karena teknologi dan pembangunnya adalah dari Huayou. Dari sisi kemitraan, setidaknya mereka harus jadi pemegang saham mayoritas. Kalau saja Vale memiliki teknologi semacam ini, maka pihaknya tentu akan mengambil posisi tersebut,” terang Bernardus Irmanto.
Di sisi lain, Huayou sendiri sudah memiliki pengalaman dalam hal pembangunan dan operasional proyek smelter nikel, khususnya yang menggunakan basis teknologi HPAL. Contoh dari proyek yang dikerjakan oleh Huayou itu adalah yang telah beroperasi di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah.
Skema kepemilikan saham sebesar 30% itu juga baru akan dirampungkan ketika pembangunan pabrik telah selesai dibangun dan bisa beroperasi. Ini dilakukan untuk mengurangi risiko.
Dalam FCA yang sudah disepakati bersama, target untuk studi teknis akan bisa selesai paling lambat enam bulan, dan tahap konstruksi diproyeksikan bisa mulai dilaksanakan di akhir tahun. Untuk tahap konstruksi sendiri kemungkinan akan memakan waktu sampai dengan tiga tahun, dan dengan demikian operasional bisa dimulai pada tahun 2025. (DT)