Pertama Sejak Invasi, Jenderal Tertinggi AS Panggil Kepala Staf Umum Militer Rusia, Akankah Ada Gencatan Senjata?

54

KENDARIEKSPRES.COM – Untuk pertama kalinya sejak invasi Rusia ke Ukraina, dua jenderal top Amerika Serikat dan Rusia, andalan Presiden Joe Biden dan Vladimir Putin berkomunikasi, membahas situasi saat ini.

Ketua Kepala Staf Gabungan AS, Jenderal Mark Milley, berbicara melalui telepon dengan Kepala Staf Umum Rusia, Jenderal Valery Gerasimov, kata Departemen Pertahanan AS, Kamis.

“Para pemimpin militer membahas beberapa masalah yang berkaitan dengan keamanan dan sepakat untuk menjaga jalur komunikasi tetap terbuka,” kata juru bicara Kepala Staf Gabungan AS.

“Sesuai dengan praktik sebelumnya, detail spesifik dari percakapan mereka akan dirahasiakan,” tambah juru bicara itu.

Bacaan militer AS tidak menyebutkan masalah khusus yang dibahas.

Sementara itu, kantor berita RIA, mengutip Kementerian Pertahanan Rusia, mengatakan kedua pemimpin militer membahas isu-isu yang menjadi kepentingan bersama, termasuk Ukraina.

Komunikasi antara dua petinggi militer itu terjadi setelah Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin berbicara dengan mitranya dari Rusia pekan lalu, dengan kepala Pentagon menyerukan gencatan senjata segera di Ukraina.

Amerika Serikat dan Rusia telah membuat hotline sejak invasi, yang disebut Moskow sebagai operasi militer khusus, dimulai pada 24 Februari untuk mencegah salah perhitungan dan eskalasi konflik.

Hotline ‘deconfliction’ adalah saluran telepon terbuka yang berbasis di markas Komando Eropa di Stuttgart, Jerman dan di bawah Jenderal Angkatan Udara Tod Wolters, yang memimpin semua pasukan AS di Eropa.

Berbicara di Brussel, Belgia pada hari Kamis, Jenderal Wolters mengatakan dia berharap pembicaraan antara Jenderal Milley dan Jenderal Gerasimov selangkah lebih dekat ke solusi diplomatik di Ukraina.

Namun, tampaknya hanya ada sedikit momentum di bidang diplomatik, lebih dari dua bulan setelah dimulainya invasi Rusia, yang telah menyebabkan ribuan orang tewas atau terluka, kota-kota menjadi puing-puing dan memaksa lebih dari 5 juta orang mengungsi ke luar negeri. (VoI)

Komentar Pembaca